Tuiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing…. Blup, sekantong sampah rumah tangga mengambang di sungai dengan packing plastic berwarna merah. Lambat tapi pasti terhanyut menyusuri sungai. Perbuatan ini sudah maklum dan bahkan sah-sah saja dilakukan oleh masyarakat bantaran sungai. Plang PERDA No.5 tahun 1988 tentang pelarangan membuang sampah di sungaipun hanya menjadi hiasan pinggiran sungai saja.
Berbagai himbauan bahkan larangan keras untuk membuang sampah di sungaipun telah disampaikan, tetapi tetap saja aksi membuang sampah disungai masih menjadi rutinitas masyarakat bantaran sungai. Jika mereka ditanya mengapa mereka membuang sampah di sungai, jawaban yang akan kita terima adalah “ memangnya mau di buang kemana lagi mas?” Hahahahahahahahahaaaa….. pertanyaan dijawab dengan pertanyaan. Sepertinya kita harus sudahi pertanyaan-pertanyan tentang mengapa mereka melakukan itu, karena pastinya kita akan mendapatkan jawaban yang akan sangat tidak memuaskan.
Tingkat kepedulian masyarakat bantaran sungai terhadap lingkungannya mungkin bisa menjadi tolak ukur kita untuk mendapatkan jawaban atas “rutinitas buruk” mereka. Kepedulian mereka atas lingkungannya dapat diukur dari orientasi hidup dan status ekonomi mereka. Sebagai contoh, masyarakat urban di Jakarta yang hidup di bantaran sungai umumnya berada di level ekonomi pas-pasan dan orientasi mereka ketika memilih Jakarta adalah peningkatan ekonomi. Wajar saja jika mereka tidak peduli dengan lingkungannya, “boro-boro mo mikirin sampah, besok makan apa mereka masih belum bisa prediksi” .
Jika seperti ini kondisinya, mendaur ulang dan menggunakan kembali sampah mereka sehingga menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis, mungkin salah satu solusi untuk menghentikan rutinitas buruk mereka. Pastinya proses ini tidak semudah membuat pisang goreng atau telur dadar. Butuh keterlibatan dari semua pihak, perjuangan ekstra dan intensitas penuh dalam mengawal prosesnya. Bukan hanya itu, sarana dan prasarana pendukungnyapun harus ada. Disamping itu pula kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan juga harus di pupuk.
"Bruang Bangor" Green Camp Halimun 27 Maret 2011, 17: 45 WIB