Minggu, 27 Maret 2011

Mengapa Mereka Membuang Sampah di Sungai?


Tuiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing…. Blup, sekantong sampah rumah tangga mengambang di sungai dengan packing plastic berwarna merah. Lambat tapi pasti terhanyut menyusuri sungai. Perbuatan ini sudah maklum dan bahkan sah-sah saja dilakukan oleh masyarakat bantaran sungai. Plang PERDA No.5 tahun 1988 tentang pelarangan membuang sampah di sungaipun hanya menjadi hiasan pinggiran sungai saja.

Berbagai himbauan bahkan larangan keras untuk membuang sampah di sungaipun telah disampaikan, tetapi tetap saja aksi membuang sampah disungai masih menjadi rutinitas masyarakat bantaran sungai. Jika mereka ditanya mengapa mereka membuang sampah di sungai, jawaban yang akan kita terima adalah “ memangnya mau di buang kemana lagi mas?” Hahahahahahahahahaaaa….. pertanyaan dijawab dengan pertanyaan. Sepertinya kita harus sudahi pertanyaan-pertanyan tentang mengapa mereka melakukan itu, karena pastinya kita akan mendapatkan jawaban yang akan sangat tidak memuaskan.

Tingkat kepedulian masyarakat bantaran sungai terhadap lingkungannya mungkin bisa menjadi tolak ukur kita untuk mendapatkan jawaban atas “rutinitas buruk” mereka. Kepedulian mereka atas lingkungannya dapat diukur dari orientasi hidup dan status ekonomi mereka. Sebagai contoh, masyarakat urban di Jakarta yang hidup di bantaran sungai umumnya berada di level ekonomi pas-pasan dan orientasi mereka ketika memilih Jakarta adalah peningkatan ekonomi. Wajar saja jika mereka tidak peduli dengan lingkungannya, “boro-boro mo mikirin sampah, besok makan apa mereka masih belum bisa prediksi” .

Jika seperti ini kondisinya, mendaur ulang dan menggunakan kembali sampah mereka sehingga menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis, mungkin salah satu solusi untuk menghentikan rutinitas buruk mereka. Pastinya proses ini tidak semudah membuat pisang goreng atau telur dadar. Butuh keterlibatan dari semua pihak, perjuangan ekstra dan intensitas penuh dalam mengawal prosesnya.  Bukan hanya itu, sarana dan prasarana pendukungnyapun harus ada. Disamping itu pula kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan juga harus di pupuk.


"Bruang Bangor" Green Camp Halimun 27 Maret 2011, 17: 45 WIB

Neo Theologi Banjir

Salah satu fenomena air yang patut diperhatikan kita adalah bencana banjir yang akhir-akhir ini sering menimpa berbagai daerah, terutama tanah air. Banjir adalah salah satu bentuk bencana yang diakibatkan oleh air. Misalnya, karena, curah hujan tinggi, air menggenangi daratan. Kemajuan teknologi yang dimiliki oleh manusia tidak bisa memastikan secara pasti kapan turun hujan, bagian bumi mana yang akan terkena hujan, sampai kapan hujan berlangsung; sejauh mana kekuatan curahnya, apakah hujan bisa berubah menjadi banjir besar dan membawa malapetaka. Semua itu hanya Allah yang mengetahuinya. Badan Meteorologi dan Geofisika hanya bisa memperkirakan apa yang akan terjadi berdasarkan fenomena udara dan alam. Dari fenomena itu, kita bisa menyimpulkan apa yang akan terjadi besok. Namun, ini tidak lebih dari sekedar perkiraan dan upaya penyimpulan. Sering pada kenyataannya berbeda sama sekali. Sering pula mereka menganggap remeh sesuatu, tetapi ternyata justru mengejutkan mereka dengan bencana yang di kandungnya, atau sebaliknya. Allah menciptakan air itu sesuai dengan ukurannya, untuk keperluan manusia dan makhluk hidup yang lain di bumi.

Bencana banjir bisa disebabkan oleh kelalaian manusia ataupun kecerobohannya. Bisa juga Allah menghendakinya. Ada hujan yang dikatakan sebagai rahmat ada juga yang dikatakan sebagai laknat. Seperti yang terjadi pada kaum nabi Nuh di mana mereka tidak tunduk dan patuh pada apa yang diajarkan oleh nabi Nuh. Bahkan sampai anaknya sendiri, karena tidak patuh pada bapaknya ikut tenggelam di dalamnya. (QS. al-Hâqqah/69: 11).

Mujiyono Abdillah dalam bukunya Agama Ramah Lingkungan, mengungkapkan bahwa banjir bukan fenomena kemurkaan Allah semata, akan tetapi merupakan fenomena ekologis yang disebabkan karena perilaku manusia dalam menentang sunnah lingkungan.
Kata âyâtinâ (ayat-ayat Kami) dalam al-Qurân bukan berarti ayat-ayat tertulis saja, tetapi lebih luas lagi, yakni meliputi ayat-ayat yang tidak tertulis yaitu ayat-ayat yang terhampar dalam lingkungan. Lebih jauh lagi ayat-ayat banjir hanya mengungkapkan akibat banjir kaum Nabi Nûh dan kaum ‘Ad, tanpa mendeskripsikan alur kejadian dan penyebabnya. Dengan demikian, penyebab terjadinya kedua banjir legendaris itu dapat dilacak dengan pola tafsir ekologis. Pendekatan ekologis untuk menafsirkan ayat-ayat banjir tersebut melahirkan rumusan banjir nabi Nuh dan Nabi Hud adalah bukan semata-mata sebagai musibah apalagi azab dari Allah, melainkan sebagai fenomena ekologis yang tidak mengikuti sunnah lingkungan.

Refleksi teologis baru tentang banjir yang demikian akan melahirkan sikap ekologis yang positif dan tanggung jawab yang kuat bagi manusia terhadap kejadian banjir. Karena manusia modern cukup dominan dalam pengelolaan lingkungan yang potensial menjadi penyebab banjir, maka manusia merupakan makhluk yang paling bertanggung jawab terhadap fenomena banjir dan bertanggung jawab pula untuk mencegah terjadinya banjir. Oleh karena itu, mu’min sejati adalah mu’min yang mencegah terjadinya banjir.


"Bruang Bangor"

Sabtu, 26 Maret 2011

Mulung Sampah Hutan Mangrove Suaka Marga Satwa Muara Angke.


26 maret 2011, komunitas green camp halimun beserta 136 lembaga/ organisasi/ sekolah.  melakukan aktifitas mulung sampah yang diadakan oleh komunitas transformasi hijau di suaka marga satwa muara angke. mulung sampah kali ini dapat mengangkut sampah sebanyak 1.242 kg, yang terdiri dari sampah organik berupa eceng gondok dan sampah plastik. hasil sampah eceng gondok tersebut kemudian di bawa oleh karang taruna kapuk muara rw 04 untuk diolah kembali menjadi briket dan sampah plastik di bawa oleh dinas kebersihan untuk diangkut ke tempat pembuangan sampah akhir.

aktifitas mulung sampah ini diadakan dalam rangka memperingati hari air sedunia. pemilihan lokasi dikarnakan fungsi suaka marga satwa muara angke yang mempunyai peranan vital sebagai wilayah yang menyuplai oksigen murni dan wilayah resapan air jakarta. selain hal tersebut, kawasan ini juga merupakan wilayah yang memiliki dampak dari pembuangan sampah ilegal ke sungai ciliwung karna kawasan ini berada di wilayah muara sungai ciliwung.


Jumat, 25 Maret 2011

Aksi Penyegelan Tempat Sampah Illegal Dalam Menyambut Hari Air International 22 Maret 2011


Berawal dari kepedulian kami ( crew Green Camp Halimun) terhadap sungai Ciliwung, dan semakin tidak perdulinya masyarakat bantaran sungai Ciliwung akan fungsi sungai secara ekologi, membuat kami harus melakukan suatu tindakan penyadaran yang kami namakan “Aksi Penyegelan Tempat Sampah Illegal”. Aksi yang bersamaan dengan peringatan Hari Air International ini dilakukan oleh 11 orang muda-mudi dengan menggunakan 1 perahu karet dan 1 buah rakit. Pengarungan dilakukan pada pukul 13.00 – 17.45 mulai dari Tanjung Barat sampai Cililitan. Dalam pengarungan kami telah menandai 18 titik tempat sampah illegal dengan menancapkan papan bertuliskan “TEMPAT SAMPAH ILLEGAL” dari 37 titik yang ada. Bukan hanya itu kami juga membagikan selebaran tentang bagaimana cara mengelola sampah rumah tangga dan apa dampak dari membuang sampah sembarangan di sungai.

Ada beberapa hal yang kami temukan dari pengarungan kurang lebih 4 jam di Ciliwung;
  1. Sungai Ciliwung bagi masyarakat bantaran memiliki fungsi ekonomis
  2. Sungai Ciliwung sebagai arena bermain
  3. Sungai Ciliwung sebagai sumber air untuk lahan perkebunan
  4. Sungai Ciliwung sebagai habitat hewan melata
Dari temuan-temuan tersebut, maka kami berkesimpulan, Ciliwung harus diselamatkan dari pencemaran, dan masyarakatnya harus mendapatkan informasi dan edukasi mengenai pengolahan sampah, pengelolaan air. hal yang paling mendasar adalah tentang pentingnya sungai ciliwung bagi siklus kehidupan kita, serta bagaimana cara melakukannya demi keberlanjutan hidup di masa mendatang bagi anak dan cucu kita khususnya pada masyarakat yang mendiami wilayah bantaran sungai ciliwung atau daerah yang bersinggungan langsung dengan ciliwung dalam kehidupan sehari-hari kita.



susur sungai dalam rangka hari air sedunia


Air bagi kehidupan manusia merupakan hal yang paling mendasar, diperkirakan konsumsi tubuh akan air bersih membutuhkan 15 liter/hari/orang, itupun dalam kondisi darurat. Dikondisi normal, kebutuhan konsumsi air bersih meningkat 2 kali lipat. Dalam kondisi normal diperkirakan konsumsi akan air bersih sebanyak 150 liter/KK/hari. Sungai ciliwung sebagai wilayah resapan air mengalami masalah yang berat dikarnakan sampah, dan perilaku masyarakat Jakarta yang kegemarannya “membuang sampah sembarangan” kemudian masuk kesungai. Banyaknya sampah yang masuk diperkirakan sebanyak 2700 M3/hari, 75% diantaranya adalah sampah rumah tangga.
Dengan besarnya kebutuhan air bersih tersebut dan tidak seimbangnya fungsi sungai sebagai penyerapan air, menyebabkan krisis air bersih diwilayah Jakarta khususnya wilayah Jakarta barat dan Jakarta utara. Diwilayah kapuk muara Jakarta utara, kriris air bersih mulai dirasakan pada awal tahun 1980-an dikarnakan wilayah tersebut adalah wilayah muara sungai Jakarta, kondisi air tanah yang tercemar limbah berat menyebabkan beberapa warga memilih membeli air bersih kepada perusahaan swasta yang melakukan privatisasi air yang seharusnya merupakan hak bagi banyak orang dalam kehidupannya. Beberapa warga kapuk muara juga memilih menggunakan air sungai yang sudah tercemar tersebut untuk mandi dan mencuci sayuran, buah, tempe dan tahu yang kemudian dijual bebas dipasar terdekat. Kondisi ini disebabkan banyaknya masyarakat yang membuang sampah kesungai dan juga pihak industri yang mengalirkan limbah cair kesunagi terdekat dan kemudian terbawa arus masuk kewilayah sungai tersebut.
Dalam memperingati hari air sedunia, tepatnya tanggal 22 maret 2011. komunitas green camp halimun, komunitas transformasi hijau, komunitas peminat fotografi UNJ, dan masyarakat umum akan melaksanakan susur sungai untuk melakukan penyegelan tempat sampah ilegal yang terdapat dibantaran sungai ciliwung. Berdasarkan data sebelumnya ditemukan 37 titik pembuangan sampah illegal yang terdapat didaerah lenteng agung – pintu air manggarai. Dengan adanya 37 titik tempat sampah illegal menyebabkan tercemarnya air sungai ciliwung, pencemaran ini sangat dirasakan oleh warga yang berada pada daerah hilir sungai ciliwung atau muara sungai ciliwung.
Dalam aksi susur sungai kali ini, komunitas green camp halimun juga melakukan penyegelan tempat sampah illegal, dan membagikan fact sheet bahaya dan dampak sampah, memilah sampah dan bagaimana cara mengolah sampah rumah tangga (sampah organic) diolah menjadi pupuk kompos yang bisa dikerjakan dengan tangan. Dengan adanya pembagian selebaran ini kami mengharapkan bahwa warga tergerak untuk memulai pemilahan dan pengolahan sampah rumah tangga yang dihasilkan setiap hari dan tidak lagi membuang sampahnya sembarang kesungai, khususnya sungai ciliwung.